Langsung ke konten utama

Open Sesame dan Sepatu Kaca

Jika kita ingat cerita '1001 Malam' ada satu episode tentang Ali Baba dengan salah satu adegan ceritanya ketika dia berada di depan gua ajaib tempat menyimpan harta milik perampok yang dihalangi pintu batu. 

Pintu batu akan membuka jika si orang yang di depan gua mengatakan "open sesame!" dan untuk menutupnya harus bilang "close sesame!". 

Mengapa pakai sesame (wijen)? Jangan-jangan itu karangan para penutur bahasa Inggris saja. Saya sempat kepikiran hal itu beberapa tahun lalu dan tidak terjawab sampai akhirnya terkejut ketika temen saya yang besar di kota Makkah waktu di depan lift nyeletuk sambil bercanda : "Iftah ya sim sim!" (Bukalah wahai sim sim). 

Kemudian secara iseng saya tanya apakah sim sim itu artinya wijen atau bukan, dan ternyata iya! Dan ternyata di tanah Arab wijen memang dikenal juga! Bahkan di toko-toko dijual minyak wijen (zait sim sim)! 

Jadi kesimpulannya orang Inggris ternyata tidak mengarang sendiri, "open, sesame" memang terjemahan asli harfiah dari "iftah ya sim sim". Tidak ada kesalahan penterjemahan seperti, konon, sepatu kaca Cinderella. 

Ada sebuah buku yang berpendapat bahwa dalam cerita aslinya, Cinderella tidak pernah memakai sepatu kaca, tetapi sepatu dari bulu binatang. 

Waktu penerjemahan ke dalam bahasa Perancis seharusnya ditulis "en vair" (made of squirrel fur, dari bulu tupai), tapi akhirnya tertulis "en verre" (made of glass, dari kaca). Pengucapannya memang persis sama, makanya saya yakin pendapat ini benar. Lagi pula secara logika mana ada orang yang mau pakai sepatu kaca? Keras tentunya, apalagi buat dansa dan pesta! 

Close sesame!

(A repost, previously posted on Feb 24, 2007 on multiply.com)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kethoprak Mbambung dan wayang Mbeling a la Goen

Waktu saya SMP, di sekolah ada satu majalah bulanan yang sepertinya setengah diwajibkan bagi setiap murid untuk berlangganan, namanya majalah "MOP", milik grup Suara Merdeka, Semarang. Generasi yang dulu SMP atau SMA-nya di Jawa Tengah pada era 1980-an kemungkinan besar kenal majalah ini. Saya tidak terlalu tertarik dengan artikel-artikelnya tapi ada salah satu rubrik yang membuat saya rajin membaca majalah itu yaitu komik "Kethoprak Mbambung" yang digambar oleh kartunis bernama "Goen".  Entah kenapa karakter-karakter yang dia gambar dan caranya menyampaikan cerita sangat mengesankan bagi saya....menggelitik dan sangat menghibur. Bahkan komik ini memberi saya inspirasi untuk mulai belajar menggambar dan berharap suatu saat bisa jadi kartunis sekaliber dia (saya gagal, by the way ). Goen juga dikenal sebagai ilustrator rubrik "Wayang Mbeling" dan "Panakawan" di koran mingguan "Minggu Ini" (kemudian berubah menjadi tabloid Cempa

Kenangan: Museum Tintin (Musée Hergé)

Kenangan: tepat 10 tahun lalu saya kesampaian mengunjungi Museum Tintin di Belgia. Ketika beli tiket masuk, petugas bertanya dalam bahasa Prancis, "Anda dari negara mana?" Ketika saya jawab "Indonesia", dia merespon "Oh iya, cukup banyak penggemar Tintin di sana". Komik Tintin yang pertama kali kubaca adalah "Ekspedisi ke Bulan" (On a marché sur la Lune) , mungkin sekitar tahun 1984, punya tetangga depan rumah yang cover dan beberapa halamannya sudah hilang, sehingga membuat penasaran dan keterusan hunting.  Komik ini telah menginspirasi saya untuk mencari cara agar bisa menjelajah dunia sampai akhirnya kesampaian ke lebih dari 30 negara.

Eternity lies in the written world

Eternity lies in the written world. Your minds will surely die one day. Your neurons and organs for expressing ideas will stop working and will rapidly decompose. If until we die there is no technology that allow us to back them up, everything in our minds will be gone forever. There could be an afterlife as proposed by many religions, but we cannot be 100% sure that there will be such a life since no one ever returned from their death. Even if so, how can we be sure that the individual entity raised would be the same personality as us? When you are dead there could probably be only oblivion, your consciousness and memories will be gone. You, perhaps, cannot even regret that you have not shared important testimonies or experience to other people or those of future generations. You only exist in other people’s memories. In short, you need to write what you need to share to make yourself immortal. Start from now before you regret! You will be forgotten one day if you do not leave any not