Langsung ke konten utama

Kethoprak Mbambung dan wayang Mbeling a la Goen


Waktu saya SMP, di sekolah ada satu majalah bulanan yang sepertinya setengah diwajibkan bagi setiap murid untuk berlangganan, namanya majalah "MOP", milik grup Suara Merdeka, Semarang. Generasi yang dulu SMP atau SMA-nya di Jawa Tengah pada era 1980-an kemungkinan besar kenal majalah ini. Saya tidak terlalu tertarik dengan artikel-artikelnya tapi ada salah satu rubrik yang membuat saya rajin membaca majalah itu yaitu komik "Kethoprak Mbambung" yang digambar oleh kartunis bernama "Goen". 

Entah kenapa karakter-karakter yang dia gambar dan caranya menyampaikan cerita sangat mengesankan bagi saya....menggelitik dan sangat menghibur. Bahkan komik ini memberi saya inspirasi untuk mulai belajar menggambar dan berharap suatu saat bisa jadi kartunis sekaliber dia (saya gagal, by the way ). Goen juga dikenal sebagai ilustrator rubrik "Wayang Mbeling" dan "Panakawan" di koran mingguan "Minggu Ini" (kemudian berubah menjadi tabloid Cempaka Minggu Ini). Saking nge-fansnya saya rela menyisihkan uang saku-saya yang tak seberapa itu untuk membeli koran itu setiap minggu!

Kethoprak Mbambung karya Goen yang panjangnya kira-kira 6-8 halaman itu punya karakter unik. Tokoh utama biasanya digambar dengan wajah realistis, cantik seksi atau ganteng sedangkan tokoh pendukung digambar dengan wajah komikal. Kostumnya campur antara kostum wayang dan kethoprak dikombinasikan dengan busana modern. Sehingga ada tokoh yang memakai tutup kepala ala wayang atau blangkon tapi pakai t-shirt dan kacamata hitam. Kadang ada prajurit bercelana jeans tapi memakai kain batik pendek melingkar lengkap dengan keris. Kadang-kadang muncul mobil jeep, senjata jenis M-16 ataupun antena tv dan parabola di atas gedung keraton meskipun setting waktunya adalah zaman kerajaan.

Di hampir setiap episode selalu ada gambar nongol laki-laki agak botak, berdahi lebar, berkumis tebal dengan tutup mata satu ala bajak laut, kadang-kadang bertato "MAUT CLUB". Konon itu adalah potret diri yang bersangkutan. Kadang juga ada dua ekor cicak di dinding yang berdialog iseng mengomentari cerita dan pernah ada karakter anjing komikal yang berteriak "Kaing, kaing..".

Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dengan beberapa celetukan bahasa Jawa Semarangan seperti "sak hohah', "kok le ngimut", "kok le gurih" dan ungkapan "ada udang dibalik gimbal" (gimbal= jenis lauk berupa udang digoreng dengan tepung a la Semarang). Kadang-kadang sedikit mengejek gaya bicara ala pejabat dengan akhiran "-ken". Ada pula ungkapan khas raja kethoprak yaitu kata ganti "ingsun" yang berarti "saya".

Edisi-edisi awal Kethoprak Mbambung (awal 1980-an) digambar dengan sangat detail, namun pada lama-kelamaan dibuat dengan lebih simpel. Mungkin karena dikejar deadline atau karena honornya tidak sebanding dengan kualitas goresan tangan Goen, terlihat dari seringnya celetukan karakter-karakter figuran "Honornya kecil, Kang".

Contoh karya bagus yang digambar dengan teknik detail dan dialog sangat lucu adalah cerita tentang Ken Arok dan Kebo Ijo. Karya yang tidak terlalu detail misalnya kisah tentang Samin Surosentiko. Sedangkan cerita yang dibuat dengan agak simpel teknik penggambarannya adalah Kisah Baturaden.

Tidak selamanya tema Kethoprak Mbambung berkisar tentang cerita rakyat di Jawa. Beberapa episode pernah juga bertemakan cerita dari daerah lain seperti kisah Minang "Sabai Nan Aluih" dan cerita dari Manado "O Ina Ni Keke".

Sayangnya hampir semua koleksi majalah MOP-ku sudah hilang entah kemana. Dulu tidak kepikiran untuk mengkoleksi, yang tentunya akan menjadi barang kenangan berharga! Adakah di luar sana yang masih punya koleksi lengkap Kethoprak Mbambung karya Goen? Ngomong-omong, dimana ya beliau sekarang?

A repost, previously posted on Aug 28, 2007 on multiply.com 

Tambahan:

Sebuah catatan tentang tentang kartunis Goen Semarang di akun Facebook.

http://www.facebook.com/note.php?note_id=441826240735

Menurut info dari Tempo, kartunis favorit saya tersebut telah meninggal tanggal 13 Januari 2014. Dan dari artikel tersebut saya juga baru tahu bahwa nama asli beliau adalah Goenawan Pranyoto.  Karya-karya Anda selalu dalam kenangan saya Mas Goen! 

http://koran.tempo.co/konten/2014/01/15/332272/Kartunis-Wayang-Mbeling-Wafat

Sumber gambar ilustasi: https://www.facebook.com/Kaos-Wayang-Mbeling-GOEN-1811093615819686/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenangan: Museum Tintin (Musée Hergé)

Kenangan: tepat 10 tahun lalu saya kesampaian mengunjungi Museum Tintin di Belgia. Ketika beli tiket masuk, petugas bertanya dalam bahasa Prancis, "Anda dari negara mana?" Ketika saya jawab "Indonesia", dia merespon "Oh iya, cukup banyak penggemar Tintin di sana". Komik Tintin yang pertama kali kubaca adalah "Ekspedisi ke Bulan" (On a marché sur la Lune) , mungkin sekitar tahun 1984, punya tetangga depan rumah yang cover dan beberapa halamannya sudah hilang, sehingga membuat penasaran dan keterusan hunting.  Komik ini telah menginspirasi saya untuk mencari cara agar bisa menjelajah dunia sampai akhirnya kesampaian ke lebih dari 30 negara.

Eternity lies in the written world

Eternity lies in the written world. Your minds will surely die one day. Your neurons and organs for expressing ideas will stop working and will rapidly decompose. If until we die there is no technology that allow us to back them up, everything in our minds will be gone forever. There could be an afterlife as proposed by many religions, but we cannot be 100% sure that there will be such a life since no one ever returned from their death. Even if so, how can we be sure that the individual entity raised would be the same personality as us? When you are dead there could probably be only oblivion, your consciousness and memories will be gone. You, perhaps, cannot even regret that you have not shared important testimonies or experience to other people or those of future generations. You only exist in other people’s memories. In short, you need to write what you need to share to make yourself immortal. Start from now before you regret! You will be forgotten one day if you do not leave any not